Senin, Mei 21, 2012

SUPERNOVA : PARTIKEL

Pengarang : Dewi 'Dee' Lestari
Terbit         : April 2012
Penerbit     : PT Bentang Pustaka
Hal             : 493


                                                           
“Manusia terlahir ke dunia dibungkus rasa percaya. Tak ada yang lebih tau kita ketimbang plasenta. Tak ada rumah yang lebih aman daripada rahim Ibu”

Awalnya, saya bukanlah penggemar Dewi Lestari, apalagi novelnya yang menurut saya (waktu itu) terlalu serius. Benar kata pepatah, tak kenal maka tak sayang... setelah melewatkan serial Supernova sebelumnya (Kesatria, Putri dan Bintang jatuh, Akar, & Petir) baru kali ini saya mencoba mengenal anak ke-4 dari Supernova : Partikel ;p. (peringatan bagi pembaca tingkat pemula, hati-hati membaca novel Dee, karena mengandung efek candu ;-D)

Karena saya tidak mengikuti Supernova sejak awal, dan ini adalah seri Supernova pertama yang saya baca, agak bingung juga ketika melihat daftar isi dimulai dengan keping 40... heehh kemana keping 1-39 ?? apakah buku ini salah cetak ? ooh baru saya sadar hal ini disengaja untuk tetap terhubung dengan seri Supernova sebelumnya. Hal kecil yang jenius :)

Menurut saya, isi cerita dalam buku ini tidak murni novel. Sebagian besar adalah pengetahuan yang sengaja diselipkan Dee dengan cara yang menarik, membuat saya penasaran dan tak bisa berhenti untuk terus mengikuti Zarah mencari Ayahnya, mencari kebenaran, mencari kehidupan dan merasa mendapat pengalaman baru, seolah-olah sayalah yang berpetualang ke Kalimantan, London sampai ke Glastonbury..

Tema tentang pendidikan sekolah, Orang Utan, lingkungan, kehidupan bahkan kematian dikemas dalam satu paket yang ringkas tapi mendalam.

Konflik dalam keluarga Zarah bukan tidak mungkin sering terjadi dalam kehidupan nyata, ketika ekspektasi kita terhadap anggota keluarga agak berlebihan, kita ingin kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya menjadi role model yang ideal sesuai pandangan umum. Ketika mereka ‘menyimpang’, biasanya kita akan cenderung menghakimi. Tak jarang, orang yang paling sering menyakiti kita tanpa disadarai justru adalah anggota keluarga, karena perasaan terikat dan harapan yang tinggi.

Ayah dan ibu Zarah sesungguhnya saudara angkat. Namun kasih sayang yang bersemi sejak kecil, berubah menjadi cinta ketika dewasa. Keteguhan Ayah Zarah memilih Ibu dan dukungan warga Batu Luhur, akhirnya memaksa Abah dan Umi menyerah. Namun mereka tidak sepenuhnya menerima. Perlahan Abah mulai menarik diri dari Batu Luhur. Abah merasa dikhianati. Darah dagingnya (ibu), anak emasnya (ayah/anak angkat abah) dan dan ratusan warga yang ia besarkan berpuluh tahun, membuat persekongkolan besar. Aib kolektif. (Haahh ?? aib kolektif ?? Sejak kapan ada istilah aib kolektif ? ;-D)

Zarah kecil tidak pernah merasakan bangku sekolah, ia lebih senang belajar di alam dengan Ayahnya yang seorang Dosen, meskipun sang Ibu tak setuju, Ayahnya berpendapat lebih gila lagi orang yang menjadikan anak orang sebagai kelinci percobaan dari sistem yang sudah ketahuan tidak menghasilkan apa-apa selain robot penghafal.

Salah satu cerita pengantar tidur Ayah : Kalau saja adikmu Hara itu anak kuda, sekarang dia sudah cari makan sendiri. Tapi karena Hara itu Homo Sapiens, spesies yang ketika masa kanaknya punya fisik terlemah dengan otak yang kegedean, dia terpaksa menyusahkan orangtuanya sampai delapan tahun lagi. Waktu itu Hara berusia dua tahun. Zarah delapan (anak sendiri diibaratkan anak kuda ?? dan dianggap menyusahkan orangtua hingga umur 10 ?? Orangtua apa itu ??)

Ayah Zarah memiliki ketertarikan yang sangat kuat pada fungi / jamur yang dianggapnya sebagai asal mula kehidupan di Bumi. Banyak sekali proposal yang dikirim ke luar negeri untuk membiayai penelitiannya kelak. Namun sepertinya sia-sia. Semua surat sudah diberi kecupan oleh Zarah yang dianggap pembawa keberuntungan oleh Ayahnya. Namun Zarah berpikir lain “Bagaimana kalau aku ini justru pembawa sial ? Bagaimana kalau ternyata akulah titik lemah dari kedewaannya (Ayah)? Seorang dewa tidak seharusnya menikahi manusia biasa karena akan menghasilkan anak anak seperti aku. Doa anak blasteran pasti susah menembus kerajaan Dewa”. (kalimat ini mengingatkan saya akan sosok Kugy pada perahu kertas, yang merasa dia adalah utusan Dewa Neptunus :p)

Bukit Jambul adalah tempat yang dianggap angker. Tak ada penduduk yang berani kesana, kecuali Ayah dan Zarah. Mereka menuruni bukit jambul sambil berpegangan tangan. Ayah tak lagi berjalan di belakang. Dalam kegelapan, wajah Zarah berseri-seri. Zarah bahagia karena lulus ujian Ayah. Tak hanya anak kesayangannya berhasil mendaki ke puncak bukit paling angker dengan selamat, tapi Ayah juga dapat menantu (sejenak saya terdiam). “Pada usiaku yang genap dua belas tahun, Ayah melepasku kawin dengan alam, dengan Bukit Jambul” (hoalaahh kirain menantunya manusia ;-D)

Kenapa berbeda menjadi begitu menakutkan ?

Ya, Ayahnya dan Zarah memang merasa berbeda dari keluarga yang lain, bahkan masyarakat sekitar menganggap mereka aneh, hingga Abah, Umi dan Ibu perlahan menjauh dari kehidupan mereka, karena menganggap Ayah dan Zarah Atheis dan musrik, lebih percaya Jamur dan Alien daripada Tuhan (hal ini menyadarkan saya, betapa mudahnya kita menghakimi orang lain, tanpa paham betul apa yang membuat kita terganggu dan marah). Ya....berbeda dengan pandangan umum memang terkadang sulit dalam kehidupan nyata.

Ayah kemudian menghilang dalam kehidupan Zarah. Zarah kehilangan “Dewa” dalam hidupnya, kehilangan pembimbing dan panutan hidupnya. Tanpa disadari Zarah menjelma seperti Firas, sang Ayah. Abah, seorang ulama terpandang di desanya, merasa terhina dan malu karena pandangan hidup menantu dan cucunya. Bagi Abah, keyakinannya akan Allah tak bisa diganggu gugat atau dipertanyakan, apalagi diperbandingkan dengan fungi / jamur. Menurut Zarah, untuk membuktikan, orang butuh bertanya, kalau cuma diam dan menunggu, bagi Zarah itu yang namanya bodoh.
Kita terkadang (malah sering) marah kalau ada orang yang mempertanyakan keyakinan kita. Kita hanya mampu marah untuk mempertahankan pendapat, tanpa memiliki pandangan yang luas serta hati yang jernih untuk memahami setiap pertanyaan.

Saat ulang tahunnya yang ketujuh belas, Zarah mendapat kado yang mengubah hidupnya, kamera. Iya, kamera yang dulu pernah dijanjikan Ayah, kini dikirim ke rumah tanpa nama pengirim. Hal ini menimbulkan harapan baru bagi Zarah, bahwa Ayahnya masih hidup.

Bakat alam yang dimiliki Zarah, mengantarnya menjadi pemenang sebuah lomba foto, tanpa diketahui siapa yang mengirim fotonya. Hadiahnya mendapat kesempatan berkunjung ke pedalaman Kalimantan. Tanpa disangka, di Kalimantan Zarah merasa mendapat rumah baru. Dia jatuh cinta pada hutan Kalimantan. Dengan setengah memaksa, akhirnya Zarah diterima tinggal disana tanpa gaji. Kebetulan pula, disaat kedatangannya Zarah bertemu jodoh pertamanya, Sarah, seekor anak Orang Utan yang ditinggal mati induknya karena ditembak manusia. Sarah menempel kemanapun Zarah pergi, bagai anak yang tak mau jauh dari Ibunya.

'chomo...chomo..' kalimat itu berputar-putar terus di kepala saya setelah terhanyut dalam romantisme Zarah dan Sarah :) iya...membayangkan keakraban manusia dan Orang Utan sampai seintens itu...bagaimana Zarah merelakan jempolnya diisap Sarah seharian...tak tertahankan bibir saya menarik segaris senyum :)

Perubahan hidup Zarah yang kedua, terjadi saat kru dari Inggris datang ke pedalaman Kalimantan untuk membuat film dokumenter. Paul, sang pemimpin rombongan mengetahui bakat photograpy Zarah dari Ibu Inga. Dan Paul ingin merekrut Zarah sebagai timnya, mengajaknya ke London, melihat dunia yang lebih luas.

Zarah tidak tahu dimana sesungguhnya rumahnya. Sejak ditinggal pergi Ayahnya, Zarah selalu berlari dan mencari. Hingga suatu saat, Ibu Inga, Ibu para Orang Utan di Kalimantan berucap "Saya percaya, rumah itu ditemukan di dalam. Kalau di dalam damai, semua tempat bisa jadi rumah kita". Akhirnya Zarah pun pergi ke Inggris, dengan dilepas penuh keharuan, termasuk oleh Sarah sang Orang Utan adopsi Zarah.

Di London, Zarah menemukan cinta pertamanya, dan sahabat masa kecilnya. Sejenak Zarah sangat menikmati kehidupan barunya. Namun penghianatan kekasih dan sahabatnya ini, kembali melemparkan Zarah pada pelariannya. Tanpa disadari, yang membuka kembali jalan hidupnya justru sahabatnya, Paul, yang berhasil menemukan jejak pemilik kamera Zarah. Menurut saya, disinilah petualangan yang sesungguhnya dimulai. Pencarian tentang hidup dan kematian yang mencerahkan.

Saya ingin membagikan beberapa kalimat yang indah :

Elen “Pada akhirnya seluruh hidup kita menjadi spiritual tanpa perlu dicari-cari”.

Hawkeye “anda tahu kan bagaimana cara alam bawah sadar kita menghadapi trauma ? kalau kita punya trauma, atau konflik yang belum tuntas, maka batin bawah sadar kita akan terus memunculkan situasi dimana kita jadi terus berhadapan dengan trauma dan konflik tersebut, hingga mereka diselesaikan”.

Perjalanan manusia selalu dua arah, ke dalam (bathin) dan keluar (alam). Tidak bisa menegasi satu untuk mencapai satu lainnya.

Kalau mau tahu spiritualitas, ya seseorang harus berani nyemplung sendiri dan mengenal dunia spirit. Teks bisa berbohong, tapi spirit tidak.

Kematian dan kehidupan sesungguhnya satu dan tidak terpisahkan.

Penyakit bukan sekedar gangguan, tapi kode dari tubuh bahwa ada hal dalam hidup kita yang harus dibereskan.

Alam dan tubuh manusia memiliki titik hologram yang sama. Artinya kalau alam, setiap titik adalah proyeksi dari keseluruhan semesta secara utuh, maka dalam tubuh manusia, setiap sel tubuh mengekspresikan kita secara utuh. Bahwa tubuh manusia memiliki titik energi yang disebut meridian. Ketika seseorang sakit, bukan cuma bagian tubuh yang terlihat yang disembuhkan, tapi justru yang tak terlihat itu yang justru harus disembuhkan lebih dulu. Chakra ibarat roda yang memobilisasi tubh fisik kita, yang menjaga sistem meridian agar tidak ada Chakra yang terganggu, karena dalam tubuh semua sistem saling mendukung.

Bahkan Dewi Lestari dengan murah hati memberikan tips meditasi, yang biasanya saya dapatkan di kelas self healing dengan bimbingan mas Reza Gunawan, suami mba Dewi Lestari :) (disinilah Glastonbury versi saya, tempat saya merasa terlahir kembali sebagai manusia baru :)) :

Meditasi : relax, duduk atau berbaring. Sadari apapun yang terjadi pada tubuhmu, pada pikiranmu. Tidak usah dilawan, amati saja.

Bahkan diakhir novelnya pun, saya tetap dibuat tidak tenang dengan kalimat penutupnya :
"Sebagai seorang yang percaya sinkronitas, saya meyakini hadirnya buku ini di tangan anda bukanlah kebetulan. Buku ini dan anda bertemu untuk sebuah tujuan. Entah apa. Waktu yang akan mengungkap" (apakah maksudnya saya akan bertemu dengan alien ?? hehee...)

Tidak ada komentar: