Rabu, November 07, 2012

CHAIRUL TANJUNG, SI ANAK SINGKONG



Judul Buku   : Chairul Tanjung, Si Anak Singkong
Penyusun     : Tjahja Gunawan Diredja
Penerbit        : Penerbit Buku Kompas
Tebal            : 400 Halaman
Tahun Terbit : 2012



Buku ini berisi biografi dan perjalanan hidup Chairul Tanjung - seorang tokoh pengusaha yang sangat dikenal di Indonesia. Meskipun saat ini Chairul Tanjung dikenal sebagai seorang yang sangat sukses dengan berbagai macam usaha yang dimilikinya, tidak banyak yang mengetahui masa lalu seorang Chairul Tanjung dan kepahitan apa yang dialaminya sewaktu masih muda. Chairul Tanjung lahir di Jakarta, 16 Juni 1962, dalam keluarga yang cukup berada. Ayahnya A.G. Tanjung adalah wartawan zaman orde lama yang menerbitkan surat kabar beroplah kecil. Ketika Tiba di zaman Orde Baru, usaha ayahnya dipaksa tutup karena berseberangan secara politik dengan penguasa saat itu. Keadaan tersebut memaksa orangtuanya menjual rumah dan berpindah tinggal di kamar losmen yang sempit.
Saat SMA, CT sangat aktif dalam setiap kegiatan di Sekolahnya, bahkan mengkoordinasikan bis untuk pariwisata di sekolahnya, meskipun ia tidak ikut karena tidak punya uang. Namun ia tidak pernah menceritakan permasalahannya kepada orang lain; Chairul Tanjung adalah orang yang senantiasa tersenyum, menyembunyikan perasaannya saat orang lain ingin tahu tentang kondisi hidupnya. Ia tahu kedua orangtuanya sudah berusaha keras dan mengorbankan banyak hal. CT selalu pintar menyiasati keadaan, seperti saat ditugaskan membeli tambang untuk sekolahnya. Cuaca siang yang terik, membuat ia dan teman-temannya kehausan, namun hanya bisa melirik es sanghai di restoran yang terkenal, karena mereka tidak punya uang. Akhirnya dengan inisiatifnya, CT mendapat harga tambang yang murah, dan sisa uang itu bisa ia gunakan dengan teman-temannya untuk membeli es sanghai. Jadilah es sanghai “terbuat dari tambang”.

"Kalau saja tidak berinisiatif menawar harga tambang, dipastikan es shanghai itu hanya berada pada ruang angan dan tegukan ludah di tenggorokan. Kesempatan tidak hanya dicari, tapi juga diciptakan."

Selepas menyelesaikan sekolahnya di SMA Boedi Oetomo pada 1981, Chairul diterima lewat jalur PMDK pada Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (lulus 1987). Karena merasa kesulitan untuk membayar biaya kuliah CT, sang Ibu menjual kain halus yang dimiliki hanya supaya anaknya bisa melanjutkan kuliah. Mengetahui hal tersebut, Chairul Tanjung berusaha semampunya agar ia dapat membiayai kuliahnya sendiri.
Bila saat itu CT tidak tahu bahwa sang ibu sampai rela menggadaikan kain halusnya untuk biaya kuliah, mungkin CT akan menerima begitu saja kondisi yang ada ketimbang berusaha sekuat tenaga untuk merealisasikan berbagai kesempatan yang muncul di depan mata. Sejak saat itulah dimulai perjalanan seorang Chairul Tanjung menjadi seorang pebisnis yang handal.

“Hidup tak semata memorabilia dan melayang berlama-lama di dalamnya. Yang penting adalah bagaimana langkah ke depan dengan tidak mengulang berbagai kesalahan di masa depan."

Ketika Chairul Tanjung memulai kuliahnya di UI, ia sama sekali tidak melewatkan kesempatan yang muncul saat teman-temannya membutuhkan jasa fotokopi. Dengan relasi yang ia miliki, Chairul berhasil mendapatkan harga yang lebih murah dibanding dengan jasa fotokopi yang ada di sekitar kampus. Tidak membutuhkan waktu lama, banyak orang yang menggunakan jasanya; dan saat itulah Chairul mendapatkan Rp 15,000 pertamanya. Dimulai dari bisnis kecil-kecilan tersebut, ia perlahan-lahan berkembang. Tidak hanya urusan fotokopi, ia juga mulai mencari supplier peralatan praktek yang lebih murah - sesuatu yang amat dibutuhkan oleh rekan-rekan kampusnya. Chairul Tanjung mendapat kepercayaan dari banyak orang, jaringan relasi meluas, dan bisnis yang ia lakukan pun semakin berkembang. Selain dari itu, ia juga adalah sosok yang penuh dengan cita-cita dan visi - membentuknya menjadi pribadi yang ada sekarang ini.
Saat kuliah memang banyak cita-cita dan harapan yang saya gantungkan setinggi langit. Saya berusaha menggapai semua keinginan tersebut. Ia mendapat penghargaan sebagai Mahasiswa Teladan Tingkat Nasional 1984-1985. Chairul juga pernah mendirikan sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium di bilangan Senen Raya, Jakarta Pusat, tetapi bangkrut.

"Menghadapi kegagalan pertama bangkrutnya usaha formal di luar kampus, apakah kemudian membuat saya kalut, takut, takluk, tunduk? Ah, sama sekali tidak. Layar sudah kadung terbentang, pantang pulang jika tiada ombak menghantam menghancurkan seluruh lambung lantas menenggelamkan. Saya masih memiliki kegigihan, kedisiplinan, dan tanggung jawab untuk meneruskan usaha gagal tersebut."

Selepas kuliah, Chairul pernah mendirikan PT Pariarti Shindutama bersama tiga rekannya pada 1987. Bermodal awal Rp 150 juta dari Bank Exim, mereka memproduksi sepatu anak-anak untuk ekspor. Keberuntungan berpihak padanya, karena perusahaan tersebut langsung mendapat pesanan 160 ribu pasang sepatu dari Italia. Akan tetapi, karena perbedaan visi tentang ekspansi usaha, Chairul memilih pisah dan mendirikan usaha sendiri.
"Molen, saya sangat benci kemiskinan. Tolong tanamkan itu di kepala dan batin kamu juga. Suatu waktu saya bercita-cita ingin memiliki mal, bank, koran, dan televisi."
Meskipun saat ini Chairul Tanjung dilihat sebagai seorang pengusaha yang sukses, hal tersebut bukan berarti ia tidak pernah mengalami kegagalan. Tidak hanya sekali ia terjatuh dalam berbisnis, akan tetapi ia tidak menjadi pesimis, melainkan memikirkan cara untuk kembali bangkit dan berusaha lebih keras. Dalam buku ini, tidak hanya diceritakan perjuangannya membangun bisnis, tetapi juga menceritakan apa saja yang telah dilakukan Chairul Tanjung untuk negara Indonesia. Biografi Chairul Tanjung ini bisa jadi sebuah inspirasi yang memotivasi, agar setiap orang tidak mudah menyerah hanya karena latar belakang mereka.
Kepiawaiannya membangun jaringan dan sebagai pengusaha membuat bisnisnya semakin berkembang. Mengarahkan usahanya ke konglomerasi, Chairul mereposisikan dirinya ke tiga bisnis inti: keuangan, properti, dan multimedia. Di bidang keuangan, ia mengambil alih Bank Karman yang kini bernama Bank Mega. Ia menamakan perusahaan tersebut dengan Para Group. Perusahaan Konglomerasi ini mempunyai Para Inti Holdindo sebagai father holding company, yang membawahkan beberapa sub-holding, yakni Para Global Investindo (bisnis keuangan), Para Inti Investindo (media dan investasi) dan Para Inti Propertindo (properti).
Di bawah grup Para, Chairul Tanjung memiliki sejumlah perusahaan di bidang finansial antara lain Asuransi Umum Mega, Asuransi Jiwa Mega Life, Para Multi Finance, Bank Mega Tbk, Mega Capital Indonesia, Bank Mega Syariah dan Mega Finance. Sementara di bidang properti dan investasi, perusahaan tersebut membawahi Para Bandung propertindo, Para Bali Propertindo, Batam Indah Investindo, Mega Indah Propertindo. Dan di bidang penyiaran dan multimedia, Para Group memiliki Trans TV, Trans 7, Mahagagaya Perdana, Trans Fashion, Trans Lifestyle, dan Trans Studio. Khusus di bisnis properti, Para Group memiliki Bandung Supermall. Mal seluas 3 hektar ini menghabiskan dana 99 miliar rupiah. Para Group meluncurkan Bandung Supermall sebagai Central Business District pada 1999. Sementara di bidang investasi, Pada awal 2010, Para Group melalui anak perusahaannya, Trans Corp. membeli sebagian besar saham Carefour, yakni sejumlah 40 persen. Mengenai proses pembelian Carrefour, MoU (memorandum of understanding) pembelian saham Carrefour ditandatangani pada tanggal 12 Maret 2010 di Perancis.
Majalah ternama Forbes merilis daftar orang terkaya dunia 2010. Sebagai sebuah pencapaian, menurut majalah tersebut, Chairul Tanjung termasuk salah satu orang terkaya dunia asal Indonesia. Forbes menyatakan bahwa Chairul Tanjung berada di urutan ke 937 dunia dengan total kekayaan US$ 1 miliar.
Chairul menyatakan bahwa dalam membangun bisnis, mengembangkan jaringan (network) adalah penting. Memiliki rekanan (partner) dengan baik diperlukan. Membangun relasi pun bukan hanya kepada perusahaan yang sudah ternama, tetapi juga pada yang belum terkenal sekalipun. Bagi Chairul, pertemanan yang baik akan membantu proses berkembang bisnis yang dikerjakan. Ketika bisnis pada kondisi tidak bagus (baca: sepi pelanggan) maka jejaring bisa diandalkan. Bagi Chairul, bahkan berteman dengan petugas pengantar surat pun adalah penting. Dalam hal investasi, Chairul memiliki idealisme bahwa perusahaan lokal pun bisa menjadi perusahaan yang bisa bersinergi dengan perusahaan-perusahaan multinasional. Ia tidak menutup diri untuk bekerja sama dengan perusahaan multinasional dari luar negeri. Baginya, ini bukan upaya menjual negara. Akan tetapi, ini merupakan upaya perusahaan nasional Indonesia bisa berdiri sendiri, dan jadi tuan rumah di negeri sendiri.
Modal memang penting dalam membangun dan mengembangkan bisnis. Baginya, kemauan dan kerja keras harus dimiliki seseorang yang ingin sukses berbisnis. Namun mendapatkan mitra kerja yang handal adalah segalanya. Baginya, membangun kepercayaan sama halnya dengan membangun integritas. Di sinilah pentingnya berjejaring (networking) dalam menjalankan bisnis.
Dalam bisnis, Chairul menyatakan bahwa generasi muda bisnis sudah seharusnya sabar, dan mau menapaki tangga usaha satu persatu. Menurutnya, membangun sebuah bisnis tidak seperti membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan sebuah kesabaran, dan tak pernah menyerah. Jangan sampai banyak yang mengambil jalan seketika (instant), karena dalam dunia usaha kesabaran adalah salah satu kunci utama dalam mencuri hati pasar. Membangun integritas adalah penting bagi Chairul. Adalah manusiawi ketika berusaha,sesorang ingin segera mendapatkan hasilnya. Tidak semua hasil bisa diterima secara langsung.
Membaca buku ini memberi motivasi bagi pembacanya, karena Chairul Tanjung tidak berasal dari keluarga yang mampu, bahkan keluarganya berada di garis kemiskinan pada waktu itu. Akan tetapi Chairul Tanjung tidak pernah mengasihani diri sendiri, melainkan ia berjuang dan berusaha dengan mengambil kesempatan yang ada di depan matanya. Perjuangannya pun tidak selalu mulus, bahkan ia mengakui sendiri bahwa banyak kegagalan dan kesulitan yang harus ia lewati. Keberhasilannya melampaui kegagalan itulah yang membuat saya semakin kagum dengan sosok Chairul Tanjung.

"Tidak ada kesuksesan yang bisa dicapai seperti membalikkan telapak tangan. Tidak ada keberhasilan tanpa kerja keras, keuletan, kegigihan, dan kedisiplinan. Hal itu juga harus dibarengi dengan sikap pantang menyerah dan tidak cepat putus asa. Semua cita-cita dan ambisi hanya bisa direngkuh apabila kita mau terus belajar berbagai hal, di mana pun dan kepada siapa pun.
Tidak ada hasil yang saya peroleh sekarang tanpa melalui kerja keras, dan jalan yang dilalui senantiasa berliku, penuh onak dan duri."

"Selama 50 tahun perjalanan hidup saya, pengalaman berharga yang saya rasakan adalah saat kita memiliki cita-cita untuk selalu menjadi lebih baik. Hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin, dan esok harus lebih baik daripada hari ini...”

Walaupun berasal dari keluarga miskin dan dibesarkan di lingkungan kumuh di Kota, Jakarta, seperti yang saya alami dulu, bukan menjadi batu penghalang untuk bisa meraih sukses dalam kehidupan. Semua orang berhak untuk berhasil dan mengubah nasib masing-masing serta bebas untuk memiliki cita-cita besar."

Tidak ada komentar: