Senin, Agustus 13, 2012

IBUK,

Judul              :  IBUK,
Penulis           :  IWAN SETYAWAN
Penerbit         :  PT GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA
Terbit             :  JUNI 2012
Tebal              :  293 HALAMAN

                                                     
SEANDAINYA SEMUA ANAK BISA MENULISKAN KISAH TENTANG IBUNYA SEINDAH TULISAN MAS IWAN SETYAWAN......SETIAP IBU PASTI BANGGA......SEPERTI BANGGANYA IBUK, PADA BAYEK :)

Saya suka dan sukaaaa sekali akan gaya bahasa penulis dalam menceritakan kisah hidupnya...ringan dan menyenangkan...bahkan hidup yang sulitpun digambarkan dengan jenaka ;
 to love is to act
Tak ada janji yang terungkap dari mulut mereka. Tapi hati mereka telah berikrar untuk mencintai satu sama lain, dengan sederhana. Mereka tidak saling memberikan harapan tapi mereka akan memperkuat satu sama lain.
  
Kisah pertemuan Ibuk dan Bapak, juga digambarkan dengan manis....seolah-olah penulis menyaksikan sendiri "tatapan mata itu membekas diantara tumpukan baju, sang playboy pasar terseret keluguan dan kesejukan tatapan Tinah. Tatapan mata sang kenek angkot diam-diam meyelinap di hati Tinah, menyesakkan dadanya. menghentikan waktu yang berputar" *aseeekkk*

cinta membutuhkan sebuah keberanian untuk membuka pintu hati.

Ibuk, adalah hijau pepohonan yg menutupi kegersangan. Napas buat kehidupan. cinta Ibuk, terbisikkan lewat nasi goreng terasi. Ibuk, sendiri tak jarang harus mencampur nasi goreng dengan nasi putih. Keindahan berbagi yang akan dibawa anak-anak ketika dewasa. Bukan hanya nasi goreng, mereka juga berbagi hati. Ada kehangatan yang tertinggal di ruang tamu :)

Ibuk melalui hidup sebagai perjuangan. Tidak melihatnya sebagai penderitaan, “Itulah hidup, Yek, memang mesti dijalani dengan kuat, tabah. Dengan perjuangan. Rasa enak itu baru terasa setelah kita melalui perjuangan itu”.
Kesulitan ekonomi bukanlah hambatan bagi ibu untuk memperjuangkan semangatnya melihat anak-anaknya sekolah setinggi mungkin, dari buku, baju, uang jajan, sampai sepatupun harus nyicil...giliran satu persatu...."Ya, seperti sepatumu ini, nduk. Kadang kita mesti berpijak dengan sesuatu yang tak sempurna. Tapi kamu mesti kuat! Buatlah pijakanmu kuat. Kita beli sepatu baru kalau ada rejeki" hiburI buk pada Nani saat sepatunya yang sudah setahun jebol.
Mungkin anak-anak ini telah merasakan keringat Bapaknya menetes di kulit mereka. Mungkin, cinta ibuk telah memasuki darah mereka, lewat bubur beras merah dan sinar matanya yang syahdu. Mungkin, anak-anak ini tersentuh oleh hidup Bapak dan Ibuk yang sederhana dan penuh keprihatinan. Hidup adalah perjalanan membangun rumah untuk hati. Mencari penutup lubang-lubang kekecewaan, penderitaan, ketidakpastian, dan keraguan. Hidup akan penuh dengan perjuangan, dan itu yang akan membuat sebuah rumah semakin indah.

"Meskipun banyak kebocoran disana sini, kita mesti bersyukur. Kita ada di rumah sendiri. Ada tempat untuk makan pisang goreng bersama-sama" sesederhana itu pemikiran Ibuk,

Kenangan masa kecil yang sulit namun indah, menjadi bekal Bayek memperjuangkan perubahan nasib keluarganya. Bayek berjuang menjadi yang terbaik sejak masa sekolah hingga lulus kuliah. Mengingat kerja keras Bapak menjadi sopir, Bayek selalu berusaha bekerja lebih daripada rekan kerjanya, mengantarnya menjadi Direktur di sebuah perusahaan di New York. Apapun yang dilakukannya selalu dimulai dari do'a Ibuk, membuat saya bercermin pada diri sendiri (karena saya tidak pernah begitu ;p). Setiap ada bonus, Bayek selalu menyisihkan untuk Ibuk, satu per satu saudara perempuannya dibuatkan rumah, juga kos-kosan untuk pensiun Bapak, Ibuk bangga sekali :) setiap kali mengirim uang untuk di rumah, Bayek selalu menyisihkan untuk dirinya sendiri dengan jalan-jalan ke tempat indah yang diinginkannya :)

Bayek memutuskan kembali ke Indonesia karena tak ingin lama-lama jauh dari rumah hatinya. Bapak selalu setia mengantar jemput Bayek di bandara setiap kali Bayek ada pekerjaan di luar kota. Bisa dibayangkan betapa sepi hati Bayek saat Bapak tak ada lagi mengantar dan menjemputnya ke bandara, karena Bapak akhirnya kalah oleh sakitnya, pergi meninggalkan Ibuk, 4 Februari 2012. Rasa sakit dan sedih yang dirasakan Bayek akan kepergian Bapak, membuat sata tak dapat menahan air mata saya.... teringat pada Bapak dan Ibuk saya sendiri, yang selama ini jarang saya hubungi. Bayek saja yang tinggal di New York hampir tiap hari menelepon Ibuk untuk minta do'a....sementara saya......sms saja tidak sempat hiks.....malu saya membaca buku ini...sekaligus tak bisa berhenti tersenyum membayangkan masa kecil yang digambarkan dengan indah oleh penulis....Good Job mas Iwan Setyawan :)