Penulis : Agnes
Davonar
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 320 Halaman
Tahun Terbit: 2010
Kisah ini adalah cerita tentang kisah hidup Oei Hui Lan yang lahir di
semarang, 21 Desember 1889, begitu kaya dan memiliki segalanya. Tidak ada
permintaan yang tidak dipenuhi oleh ayahnya, Oei Tiong Ham sang raja gula asia
tenggara. Oei Hui Lan bisa dibilang hidup dengan membeli semua kesenangannya. Tapi
uang yang bisa memberikan dia tawa, emas dan berlian serta rumah yang mewah
ternyata tidak bisa membeli kebahagian yang ia inginkan.
Kekayaan
ayahnya berawal saat seorang mantan konsul jerman yang ingin membeli rumah kakeknya,
tapi melalui ayahnya oei tiong ham, mantan konsul berkata "Saya
akan memberi anda sejumlah uang yang bisa anda tanamkan sekehendak hati, kalau
uang itu amblas, saya tidak akan mengeluh. Kalau berkembang sampai sepuluh kali
lipat atau lebih, berikanlah rumah dan tanah itu untuk saya pergunakan seumur
hidup" dan akhirnya uang tersebut digunakan untuk membeli lahan luas untuk
ditanami tebu.
Ayahnya
selalu berkata "jangan mau jadi orang biasa-biasa saja. Kita mesti menjadi
orang nomor satu"
walaupun
sampai kini kekayaan Oei Hui lan masih tersisa di dunia. ayah oei hui lan bernama Oei tiong ham yang
lebih dikenal sebagai raja gula asia tenggara. banyak sejarah yang ingin
disampaikan dalam buku ini. Termasuk pandangan Hui Lan terhadap Soekarno
dan terhadap pemimpin-pempimpin dunia yang ia temui.
Oei Hui Lan menjadi
inspirasi bagi semua wanita Asia tentang sebuah kemajuan dalam berpikir bahwa
wanita Asia dapat disejajarkan dengan wanita Eropa. Kartini modern di masanya
ini begitu dihormati, menikah dengan seorang Perdana Menteri Republik China
yaitu Wellington Koo, sehingga Hui Lan dikenal dengan sebutan Madame
Wellington.
Ia memilikinya
segalanya dalam hidup. suami yang terhormat, ayah yang kaya raya dan anak-anak
yang begitu lucu. kehormatan dan kekayaaan tiada batas, tapi satu hal yang
tidak pernah ia bisa miliki. kebahagian dan kedamaian.
'Kami seharusnya
menjadi orang bahagia karena memiliki semua yang kami kehendaki, tapi itu
menjadi sebaliknya. Harta yang berlimpah tidak dapat memberikan kebahagiaan
yang seharusnya kami dapat'
Hidup sang ayah
juga berakhir tragis. ayahnya meninggal karena serangan jantung dan
meninggalkan harta yang tak ternilai. Oei Hui Lan menduga kematian ayahnya dibunuh
oleh gundik ayahnya yang berambisi menguasai harta ayahnya. Warisan yang
berlimpah tak terhingga menjadi konflik tak pernah berhenti hingga detik ini
bahkan hingga generasi keluarganya masih hidup di masa kini.
Selama hidupnya
Oei Tiong Ham memiliki 8 orang istri dengan 42 orang anak. Hal inilah yang
menyebabkan ibu Oei Hui Lan 'melarikan diri' dari kemelut rumah tangganya
dengan menghabiskan uang suaminya dengan seenaknya. Kebiasaan yangh kemudian
diikuti Oei Hui Lan dan kakaknya 0ei Tjong Lan. Ibunya sangat terobsesi untuk
menjadikan Hui Lan wanita terpandang, membekali Hui Lan dengan gaun mewah dan
perhiasan mahal setiap menghadiri pesta, acara socialita eropa serta berteman
dengan keluarga kerajaan.
"Seperti kata
ibu, kita harus puas dengan yang kita miliki...."
Tapi semua itu
tetap membuat Hui Lan merasa tidak puas. Ia selalu mencoba mencari cara untuk
membahagiakan dirinya, tapi tidak pernah menemukannya.
uang memang bisa
mengubah apapun. sahabat menjadi lawan, saudara menjadi penjahat. lebih buruk
lagi membuat suaminya malah menikah dengan wanita lain. Hui Lan menjalani
kehidupan pernikahan tanpa cinta. Suaminya tidak pernah memberi uang yang cukup
seperti ayahnya. Wellington Koo adalah tokoh revolusi RRC yang menjabat sebagai
Dubes di AS. Sang suami lebih mencintai negaranya daripada dia dan 3 putranya.
itulah yang
terjadi dalam hidup Hui lan, berbagai kisah yang ia tuturkan begitu
banyak yang perlu kita simpan sebagai bagian dari sejarah kehidupan kita untuk
bercermin dan berkata
"tidak ada pesta yang abadi selamanya"
Di usianya yang
mulai tua, Hui Lan merasa kesepian dan memilih tinggal di apartemen seorang
diri. Hui Lan meninggal di New York tahun 1992.
Pelajaran hidup
yang dipetik Hui Lan di akhir hidupnya patut kita jadikan pembelajaran. Jangan
pernah mengagungkan sesuatu yang sifatnya sementara seperti harta. Akan lebih
baik mengumpulkan hal yang bersifat abadi seperti kebahagiaan dan cinta, karena
hal itulah yang akan menguatkan kita saat dalanm keadaan paling terpuruk
sekalipun.
"Sebuah kisah
sejarah yang mengajarkan kita betapa hidup bukanlah harta yang kita miliki,
namun kasih sayang dan kebahagiaan adalah harta yang paling sempurna bagi hidup
kita."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar