LEBIH DEKAT DENGAN HINDU TENGGER DI YADNYA KASADA 2012
look my cruncy new friends ;) |
Pertama bertemu, kami janjian di Masjid Bandara Juanda Surabaya jam 13.00 Wib. Mobil jemputan sudah menunggu dan langsung mengantar kami ke Bromo. Perjalanan dari Surabaya ke Gunung Bromo membutuhkan waktu sekitar 4 jam. Sepanjang perjalanan, setelah memasuki desa Sukapura, kami disuguhi pemandangan gunung dan lembah yang hijau. Kami menginap di guesthouse terdekat di kaki Bromo dengan tarif 350rb/malam/rumah. Kelompok kami terdiri dari 11 anggota dan 1 leader. Guesthouse yang kami tempati terdiri dari 6 kamar dan 1 kamar mandi. Jangan bayangkan mandi, cuci muka saja sudah membuat kami menggigil...brrrrrr
Gunung ini memiliki keunikan panorama indah sekaligus mistis sehingga menyodorkan suasana berbeda dibandingkan gunung lainnya. Di sini terbantang keindahan lanskap pegunungan dengan asap yang membumbung dari kawahnya dan di bawahnya ada lautan pasir luas menggelilinginya. Pemandangan sunrise dan sunset di sini sungguh menakjubkan dan keindahannya tidak dapat ditemukan di belahan dunia lain. Wisatawan dari berbagai negara datang ke Bromo untuk menikmati keindahan yang terpancar seakan tidak akan pernah ada habisnya.
Jumat - Sabtu, 3-4 Agustus 2012 adalah perayaan Upacara Kesada Suku Tengger di Pura Luhur Poten yang berada di bawah kaki Gunung Bromo dan dilanjutkan ke puncak Gunung Bromo. Pada malam ke-14 bulan Kasada Masyarakat Tengger penganut Agama Hindu (Budha Mahayana menurut Parisada Hindu Jawa Timur) berbondong-bondong menuju puncak gunung bromo, dengan membawa ongkek yang berisi sesaji dari berbagai hasil pertanian, ternak, lalu dilemparkan ke kawah gunung bromo sebagai sesaji kepada Dewa Bromo yang dipercayainya bersemayam di Gunung Bromo. Upacara korban ini memohon agar masyarakat Tengger mendapatkan berkah dan diberi keselamatan oleh Sang Hyang Widi.
Upacara ini dilakukan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama di bulan Kasodo menurut penanggalan Jawa.
Gunung ini memiliki keunikan panorama indah sekaligus mistis sehingga menyodorkan suasana berbeda dibandingkan gunung lainnya. Di sini terbantang keindahan lanskap pegunungan dengan asap yang membumbung dari kawahnya dan di bawahnya ada lautan pasir luas menggelilinginya. Pemandangan sunrise dan sunset di sini sungguh menakjubkan dan keindahannya tidak dapat ditemukan di belahan dunia lain. Wisatawan dari berbagai negara datang ke Bromo untuk menikmati keindahan yang terpancar seakan tidak akan pernah ada habisnya.
Jumat - Sabtu, 3-4 Agustus 2012 adalah perayaan Upacara Kesada Suku Tengger di Pura Luhur Poten yang berada di bawah kaki Gunung Bromo dan dilanjutkan ke puncak Gunung Bromo. Pada malam ke-14 bulan Kasada Masyarakat Tengger penganut Agama Hindu (Budha Mahayana menurut Parisada Hindu Jawa Timur) berbondong-bondong menuju puncak gunung bromo, dengan membawa ongkek yang berisi sesaji dari berbagai hasil pertanian, ternak, lalu dilemparkan ke kawah gunung bromo sebagai sesaji kepada Dewa Bromo yang dipercayainya bersemayam di Gunung Bromo. Upacara korban ini memohon agar masyarakat Tengger mendapatkan berkah dan diberi keselamatan oleh Sang Hyang Widi.
Upacara ini dilakukan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama di bulan Kasodo menurut penanggalan Jawa.
Sebelum Upacara Kasada Bromo
dilangsungkan, calon dukun dan tabib akan menyiapkan beberapa sesaji
untuk dipersembahkan dengan cara melemparkannya ke kawah Gunung Bromo.
Persembahan sesajen ini dilakukan beberapa hari sebelum upacara. Mereka
juga harus melalui tes pembacaan mantra terlebih dahulu saat upacara
berlangsung sebelum dinyatakan lulus dan diangkat oleh tetua adat. Peran
dukun atau tabib badi suku Tengger sangat kuat karena dipercaya dapat
menyembuhkan berbagai penyakit dan masalah yang dialami oleh
masyarakatnya. Tabib ini dapat melafalkan mantra-mantra kuno Hindu.
Upacara Kasada diawali dengan pengukuhan sesepuh Tengger dan pementasan
sendratari Roro Anteng Joko Seger di panggung terbuka Desa Ngadisari.
Kemudian tepat pada pukul 24.00 dini hari diadakan pelantikan dukun dan
pemberkatan umat di Pura Luhur Poten Gunung Bromo. Dukun bagi masyarakat
Tengger merupakan pemimpin umat dalam bidang keagamaan, yang biasanya
memimpin upacara-upacara ritual.
Setelah upacara selesai sekitar pukul 04.00 masyarakat tengger mulai
bersiap untuk membawa ongkek/wadah yang berisi sesaji untuk dibawa ke
kawah gunung bromo. Pukul 05.00 tepat masyarakat pembawa ongkek mulai
menaiki tangga menuju puncak gunung bromo. Ongkek yang berisi sesaji
tersebut mulai dilemparkan ke dalam kawah sebagai simbol rasa terima
kasih mereka terhadap sang Hyang Widi atas ternak dan pertania yang
berlimpah. Sesaji tersebut berupa buah-buahan, hasil pertanian serta
hasil ternak. Pemandangan yang tak kalah menarik terdapatnya orang-orang dari luar Tengger didalam kawah
dengan harapan mendapatkan sesaji yang
dilemparkan penduduk Tengger.
Suku Tengger di Bormo dikenal sangat
berpegang teguh pada adat dan istiadat Hindu lama yang menjadi pedoman
hidup mereka. Keberadaan suku ini juga sangat dihormati oleh penduduk
sekitar termasuk menerapkan hidup yang sangat jujur dan tidak iri hati.
Menurut penuturan masyarakat setempat, diyakini bahwa suku tengger
adalah keturunan Roro Anteng, yaitu seorang putri dari raja Majapahit
dan Joko Seger, yaitu putera seorang brahmana. Bahasa daerah yang mereka
gunakan sehari hari adalah bahasa Jawa Kuno.
Asal mula nama suku Tengger diambil dari nama belakang Rara Anteng dan Jaka Seger. Keduanya membangun pemukiman dan memerintah di kawasan Tengger ini kemudian menamakannya sebagai Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger atau artinya “Penguasa Tengger yang Budiman”. Suku Tengger adalah pemeluk agama Hindu lama dan tidak seperti pemeluk agama Hindu umumnya yang memiliki candi-candi sebagai tempat peribadatan. Untuk melakukan peribadatan maka mereka akan melakukannya di punden, danyang dan poten. Poten sendiri merupakan sebidang lahan di lautan pasir di kaki Gunung Bromo sebagai tempat berlangsungnya upacara Kasada. Poten terdiri dari beberapa bangunan yang ditata dalam suatu komposisi di pekarangan yang dibagi menjadi tiga mandala.
Asal mula nama suku Tengger diambil dari nama belakang Rara Anteng dan Jaka Seger. Keduanya membangun pemukiman dan memerintah di kawasan Tengger ini kemudian menamakannya sebagai Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger atau artinya “Penguasa Tengger yang Budiman”. Suku Tengger adalah pemeluk agama Hindu lama dan tidak seperti pemeluk agama Hindu umumnya yang memiliki candi-candi sebagai tempat peribadatan. Untuk melakukan peribadatan maka mereka akan melakukannya di punden, danyang dan poten. Poten sendiri merupakan sebidang lahan di lautan pasir di kaki Gunung Bromo sebagai tempat berlangsungnya upacara Kasada. Poten terdiri dari beberapa bangunan yang ditata dalam suatu komposisi di pekarangan yang dibagi menjadi tiga mandala.
Apabila Anda berminat menyaksikan
Upacara Kasada Bromo maka disarankan datang sebelum tengah malam karena
ramainya persiapan para dukun dan masyarakat. Masyarakat akan
mengendarai sepeda motor atau kendaraan pribadi sehingga membuat jalanan
menuju kaki gunung sangat macet. Perlu diperhatikan juga bahwa
jalan lain ke arah gunung perlu beriringan dengan rombongan agar tidak tersesat akibat kabut tebal dan jarak pandang yang terbatas karena debu. Namun kalau anda teliti, sebenarnya telah dipasang batu pembatas di sisi jalan menuju Pura agar para pengunjung tidak nyasar ;)
Masyarakat Tengger sangat ramah terhadap para tamu, namun mereka malu-malu kalau tahu kita foto hehe. Sekedar tips, anda wajib membawa masker yang tebal, karena debunya sangat menggila dan tidak baik untuk paru-paru. Saya langsung demam setelah pulang dari Bromo, karena alergi debu padahal sudah mengenakan masker :( tanpa masker dan kacamata, rasanya mustahil saya bisa menembus badai debu ini. Rasa lelah karena tingginya tangga menuju kawah dan sesaknya nafas saya karena debu, tak bisa membendung semangat saya untuk melihat prosesi Kasada ini :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar