Judul Buku : Chairul Tanjung, Si Anak Singkong
Penyusun : Tjahja Gunawan Diredja
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Tebal : 400
Halaman
Tahun Terbit : 2012
Buku ini berisi biografi dan perjalanan hidup
Chairul Tanjung - seorang tokoh pengusaha
yang sangat dikenal di Indonesia. Meskipun saat ini Chairul Tanjung dikenal
sebagai seorang yang sangat sukses dengan berbagai macam usaha yang dimilikinya, tidak banyak yang mengetahui
masa lalu seorang Chairul Tanjung dan kepahitan apa yang dialaminya sewaktu
masih muda. Chairul Tanjung lahir di Jakarta, 16 Juni 1962, dalam keluarga
yang cukup berada. Ayahnya A.G. Tanjung adalah
wartawan zaman orde lama yang menerbitkan surat kabar beroplah kecil. Ketika
Tiba di zaman Orde Baru, usaha ayahnya dipaksa tutup karena berseberangan
secara politik dengan penguasa saat itu. Keadaan tersebut memaksa orangtuanya
menjual rumah dan berpindah tinggal di kamar losmen yang sempit.
Saat SMA, CT sangat aktif dalam setiap
kegiatan di Sekolahnya, bahkan mengkoordinasikan
bis untuk pariwisata di sekolahnya, meskipun ia tidak ikut karena tidak punya
uang. Namun ia tidak pernah menceritakan permasalahannya kepada orang lain; Chairul Tanjung adalah orang
yang senantiasa tersenyum, menyembunyikan perasaannya saat orang lain ingin
tahu tentang kondisi hidupnya. Ia tahu kedua orangtuanya sudah berusaha keras
dan mengorbankan banyak hal. CT selalu pintar menyiasati keadaan, seperti saat
ditugaskan membeli tambang untuk sekolahnya. Cuaca siang yang terik, membuat ia
dan teman-temannya kehausan, namun hanya bisa melirik es sanghai di restoran
yang terkenal, karena mereka tidak punya uang. Akhirnya dengan inisiatifnya, CT
mendapat harga tambang yang murah, dan sisa uang itu bisa ia gunakan dengan
teman-temannya untuk membeli es sanghai. Jadilah es sanghai “terbuat dari
tambang”.
"Kalau saja tidak berinisiatif menawar
harga tambang, dipastikan es shanghai itu hanya
berada pada ruang angan dan tegukan ludah di tenggorokan. Kesempatan tidak
hanya dicari, tapi juga diciptakan."
Selepas menyelesaikan sekolahnya di SMA Boedi
Oetomo pada 1981, Chairul diterima lewat jalur PMDK pada Jurusan Kedokteran
Gigi Universitas Indonesia (lulus 1987). Karena merasa kesulitan untuk membayar
biaya kuliah CT, sang Ibu menjual kain halus yang dimiliki hanya supaya
anaknya bisa melanjutkan kuliah. Mengetahui hal tersebut, Chairul Tanjung
berusaha semampunya agar ia dapat membiayai kuliahnya sendiri.
Bila saat itu CT tidak tahu bahwa sang ibu
sampai rela menggadaikan kain halusnya untuk biaya kuliah, mungkin CT akan
menerima begitu saja kondisi yang ada
ketimbang berusaha sekuat tenaga untuk merealisasikan berbagai kesempatan yang
muncul di depan mata. Sejak saat itulah dimulai perjalanan seorang Chairul
Tanjung menjadi seorang pebisnis yang handal.
“Hidup tak semata memorabilia dan melayang
berlama-lama di dalamnya. Yang penting
adalah bagaimana langkah ke depan dengan tidak mengulang berbagai kesalahan di masa depan."
Ketika Chairul Tanjung memulai kuliahnya di
UI, ia sama sekali tidak melewatkan kesempatan
yang muncul saat teman-temannya membutuhkan jasa fotokopi. Dengan relasi yang
ia miliki, Chairul berhasil mendapatkan harga yang lebih murah dibanding dengan jasa fotokopi yang ada di
sekitar kampus. Tidak membutuhkan waktu lama, banyak orang yang menggunakan
jasanya; dan saat itulah Chairul mendapatkan
Rp 15,000 pertamanya. Dimulai dari bisnis kecil-kecilan tersebut, ia
perlahan-lahan berkembang. Tidak hanya urusan fotokopi, ia juga mulai mencari
supplier peralatan praktek yang lebih murah - sesuatu yang amat dibutuhkan
oleh rekan-rekan kampusnya. Chairul Tanjung mendapat kepercayaan dari banyak
orang, jaringan relasi meluas, dan bisnis yang ia lakukan pun semakin
berkembang. Selain dari itu, ia juga adalah sosok yang penuh dengan
cita-cita dan visi - membentuknya menjadi pribadi yang ada sekarang ini.
Saat kuliah memang banyak cita-cita dan harapan
yang saya gantungkan setinggi langit. Saya berusaha menggapai semua
keinginan tersebut. Ia mendapat penghargaan sebagai Mahasiswa
Teladan Tingkat Nasional 1984-1985. Chairul juga pernah mendirikan sebuah toko
peralatan kedokteran dan laboratorium di bilangan
Senen Raya, Jakarta Pusat, tetapi bangkrut.
"Menghadapi kegagalan pertama
bangkrutnya usaha formal di luar kampus, apakah kemudian membuat saya kalut,
takut, takluk, tunduk? Ah, sama sekali tidak. Layar sudah kadung terbentang, pantang pulang jika tiada ombak
menghantam menghancurkan seluruh lambung lantas menenggelamkan. Saya masih
memiliki kegigihan, kedisiplinan, dan tanggung jawab untuk meneruskan usaha
gagal tersebut."
Selepas kuliah, Chairul pernah mendirikan PT
Pariarti Shindutama bersama tiga rekannya pada 1987. Bermodal awal Rp 150 juta
dari Bank Exim, mereka memproduksi sepatu anak-anak untuk ekspor. Keberuntungan
berpihak padanya, karena perusahaan tersebut langsung mendapat pesanan 160 ribu
pasang sepatu dari Italia. Akan tetapi,
karena perbedaan visi tentang ekspansi usaha, Chairul memilih pisah dan mendirikan usaha sendiri.
"Molen,
saya sangat benci kemiskinan. Tolong tanamkan itu di kepala dan batin kamu juga. Suatu waktu saya bercita-cita
ingin memiliki mal, bank, koran, dan televisi."
Meskipun saat ini Chairul Tanjung dilihat
sebagai seorang pengusaha yang sukses, hal tersebut bukan berarti ia tidak
pernah mengalami kegagalan. Tidak hanya sekali
ia terjatuh dalam berbisnis, akan tetapi ia tidak menjadi pesimis,
melainkan memikirkan cara untuk kembali bangkit dan berusaha lebih keras.
Dalam buku ini, tidak hanya diceritakan perjuangannya membangun bisnis, tetapi
juga menceritakan apa saja yang telah dilakukan Chairul Tanjung untuk negara Indonesia. Biografi Chairul Tanjung ini
bisa jadi sebuah inspirasi yang memotivasi, agar
setiap orang tidak mudah menyerah hanya karena latar belakang mereka.
Kepiawaiannya membangun jaringan dan sebagai
pengusaha membuat bisnisnya semakin berkembang. Mengarahkan usahanya ke
konglomerasi, Chairul mereposisikan
dirinya ke tiga bisnis inti: keuangan, properti, dan multimedia. Di bidang
keuangan, ia mengambil alih Bank Karman yang kini bernama Bank Mega. Ia
menamakan perusahaan tersebut dengan Para Group. Perusahaan Konglomerasi ini mempunyai Para Inti Holdindo sebagai
father holding company, yang membawahkan beberapa sub-holding, yakni Para
Global Investindo (bisnis keuangan),
Para Inti Investindo (media dan investasi) dan Para Inti Propertindo (properti).
Di bawah grup Para, Chairul Tanjung memiliki
sejumlah perusahaan di bidang finansial antara lain Asuransi Umum Mega,
Asuransi Jiwa Mega Life, Para Multi Finance, Bank Mega Tbk, Mega Capital
Indonesia, Bank Mega Syariah dan Mega Finance. Sementara di bidang properti dan
investasi, perusahaan tersebut membawahi Para Bandung propertindo, Para Bali
Propertindo, Batam Indah Investindo,
Mega Indah Propertindo. Dan di bidang penyiaran dan multimedia, Para Group
memiliki Trans TV, Trans 7, Mahagagaya Perdana, Trans Fashion, Trans Lifestyle,
dan Trans Studio. Khusus di bisnis properti, Para Group memiliki Bandung
Supermall. Mal seluas 3 hektar ini menghabiskan dana 99 miliar rupiah. Para
Group meluncurkan Bandung Supermall sebagai Central Business District pada
1999. Sementara di bidang investasi, Pada awal 2010, Para Group melalui anak
perusahaannya, Trans Corp. membeli sebagian besar saham Carefour, yakni
sejumlah 40 persen. Mengenai proses pembelian Carrefour, MoU (memorandum of
understanding) pembelian saham Carrefour ditandatangani pada tanggal 12 Maret
2010 di Perancis.
Majalah ternama Forbes merilis daftar orang
terkaya dunia 2010. Sebagai sebuah pencapaian, menurut majalah tersebut,
Chairul Tanjung termasuk salah satu orang terkaya dunia asal Indonesia. Forbes
menyatakan bahwa Chairul Tanjung berada di urutan ke 937 dunia dengan total
kekayaan US$ 1 miliar.
Chairul menyatakan bahwa dalam membangun
bisnis, mengembangkan jaringan (network)
adalah penting. Memiliki rekanan (partner) dengan baik diperlukan. Membangun
relasi pun bukan hanya kepada perusahaan yang sudah ternama, tetapi juga pada
yang belum terkenal sekalipun. Bagi Chairul, pertemanan yang baik akan membantu
proses berkembang bisnis yang dikerjakan. Ketika bisnis pada kondisi tidak
bagus (baca: sepi pelanggan) maka jejaring bisa diandalkan. Bagi Chairul, bahkan berteman dengan petugas
pengantar surat pun adalah penting. Dalam hal investasi, Chairul memiliki
idealisme bahwa perusahaan lokal pun bisa menjadi perusahaan yang bisa
bersinergi dengan perusahaan-perusahaan multinasional.
Ia tidak menutup diri untuk bekerja sama dengan perusahaan multinasional dari
luar negeri. Baginya, ini bukan upaya menjual negara. Akan tetapi, ini merupakan upaya perusahaan nasional
Indonesia bisa berdiri sendiri, dan jadi tuan
rumah di negeri sendiri.
Modal memang penting dalam membangun dan
mengembangkan bisnis. Baginya, kemauan dan kerja keras harus dimiliki seseorang
yang ingin sukses berbisnis. Namun
mendapatkan mitra kerja yang handal adalah segalanya. Baginya, membangun
kepercayaan sama halnya dengan membangun integritas. Di sinilah pentingnya
berjejaring (networking) dalam menjalankan bisnis.
Dalam bisnis, Chairul menyatakan bahwa
generasi muda bisnis sudah seharusnya sabar, dan mau menapaki tangga usaha satu
persatu. Menurutnya, membangun sebuah bisnis tidak seperti membalikkan telapak
tangan. Dibutuhkan sebuah kesabaran,
dan tak pernah menyerah. Jangan sampai banyak yang mengambil jalan seketika
(instant), karena dalam dunia usaha kesabaran adalah salah satu kunci utama
dalam mencuri hati pasar. Membangun integritas adalah penting bagi Chairul. Adalah manusiawi ketika berusaha,sesorang
ingin segera mendapatkan hasilnya. Tidak
semua hasil bisa diterima secara langsung.
Membaca buku ini memberi motivasi bagi
pembacanya, karena Chairul Tanjung tidak berasal dari keluarga yang mampu,
bahkan keluarganya berada di garis kemiskinan pada waktu itu. Akan tetapi
Chairul Tanjung tidak pernah mengasihani diri sendiri, melainkan ia berjuang
dan berusaha dengan mengambil kesempatan yang ada di depan matanya.
Perjuangannya pun tidak selalu mulus, bahkan ia mengakui sendiri bahwa banyak
kegagalan dan kesulitan yang harus ia lewati. Keberhasilannya melampaui
kegagalan itulah yang membuat saya semakin kagum dengan sosok Chairul Tanjung.
"Tidak ada kesuksesan yang bisa
dicapai seperti membalikkan telapak tangan. Tidak
ada keberhasilan tanpa kerja keras, keuletan, kegigihan, dan kedisiplinan. Hal
itu juga harus dibarengi dengan sikap pantang menyerah dan tidak cepat putus
asa. Semua cita-cita dan ambisi
hanya bisa direngkuh apabila kita mau terus belajar
berbagai hal, di mana pun dan kepada siapa pun.
Tidak ada hasil yang saya peroleh sekarang
tanpa melalui kerja keras, dan jalan yang
dilalui senantiasa berliku, penuh onak dan duri."
"Selama 50 tahun perjalanan hidup saya,
pengalaman berharga yang saya rasakan adalah saat kita memiliki cita-cita untuk
selalu menjadi lebih baik. Hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin,
dan esok harus lebih baik daripada hari ini...”
Walaupun berasal dari keluarga miskin dan
dibesarkan di lingkungan kumuh di Kota, Jakarta, seperti yang saya alami dulu,
bukan menjadi batu penghalang untuk bisa meraih sukses dalam kehidupan. Semua
orang berhak untuk berhasil dan mengubah
nasib masing-masing serta bebas untuk memiliki cita-cita besar."